Minggu, 27 Oktober 2013

Sumpah Pemuda Semangat Jiwa Muda Untuk Indonesia Yang lebih Baik

















Sumpah pemuda yang selalu diperingati setiap bulan Oktober merupakan bukti otentik lahirnya bangsa Indonesia tepatnya pada tanggal  28 Oktober 1928 yang merupakan hasil dari perjuangan rakyat Indonesia pada masa penjajahan terhadap kaum kolonialis selama ratusan tahun. Menurutku pemuda jaman dulu lebih mencintai bangsanya, tidak memikirkan pribadi mereka punya semangat yang tinggi untuk menjunjung persatuan dan kesatuan demi tercapainya kemerdekaan Indonesia. Tanpa pamrih, berjuang dengan mempertaruhkan nyawa demi sebuah kemerdekaan.

Kini Indonesia telah Merdeka kita bersyukur hidup di jaman masa kemerdekaan, lantas apakah sesudah merdeka kita hanya tinggal menikmati saja tanpa berbuat sesuatu karena sudah merasa cukup? Tentu tidak, perjuangan harus tetap dilakukan sampai kapanpun. Indonesia kini dikenal sebagai penduduk terpadat didunia, segudang problematika yang seolah tidak ada titik temunya karena masyarakat yang selalu acuh atau mungkin tidak fahamnya tentang arti merdeka yang sebenarnya.

Banyaknya pengangguran dan nikah pada usia dini maka timbul permasalahan baru yaitu ledakan penduduk sehingga tidak meratanya perekonomian yang mengakibatkan terlantarnya generasi penerus anak bangsa sehingga menimbulkan kekurangan gizi, eksploitasi terhadap anak, kekerasan pada anak yang marak terjadi hingga berujung pada kematian dengan alasan "anak adalah beban". Rasa prihatin terhadap mayoritas masyarakat Indonesia yang tidak berpikir panjang dan merencanakan hidup di masa mendatang.

Menyambut hari sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober, ada tiga sumpah untuk Indonesia lebih baik.
  1. Tidak memutuskan menikah sebelum mendapatkan pekerjaan.
  2. Dua anak cukup.
  3. Berpedoman pada Bhinneka Tunggal Ika
Penjelasan yang pertama seperti kita ketahui, bahwa mayoritas dari masyarakat kita lebih memilih menikah dengan tanpa perencanaan yang matang, tidak heran peran orang tua selalu diikut sertakan, hal ini tentu tidak mendorong kita untuk mandiri dan berjuang untuk mendapat hidup layak. Bagaimana bisa memajukan bangsanya, sedangkan untuk keluarganya saja masih belum bisa.

Yang kedua, banyak dari kita yang menganggap bahwa banyak anak banyak rejeki menurutku itu keliru. Program pemerintah untuk mencanangkan Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian untuk Indonesia lebih baik, jika kita melihat tiap sudut berdiri bangunan sekolah, perkuliahan berapa anak bangsa yang siap berjuang untuk mencari pekerjaan, akan berhasilkah semua? Atau mereka yang tidak memiliki kesempatan untuk bisa mengenyam bangku pendidikan, hal inilah yang akan menimbulkan kebodohan dan kemiskinan. Dua anak cukup yang terpenting pendidikannya bisa sampai jenjang tinggi hingga peran kita sebagai orang tua bisa mencetak generasi anak bangsa yang berkualitas.

Yang ketiga, Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan dari bangsa kita yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Saya yakin banyak orang yang tidak tahu atau mungkin tidak faham Bhineka Tunggal Ika, itu sebabnya sekarang bangsa kita lebih cenderung memikirkan pribadi sehingga tidak tercipta rasa  persatuan dan kesatuan. Rasa nasionalisme yang kurang tidak jarang dari kita sedikit demi sedikit melunturkan adat dan istiadat bangsanya sendiri karena bebasnya kebudayaan asing yang masuk ke Negara kita.

Sebagai pemuda Indonesia, mari kita bangun untuk Indonesia yang lebih baik karena nasib bangsa Indonesia ada ditangan kita. Jika kita bisa menerapkan mulai dari tiga hal kecil seperti yang diatas maka insya Allah Indonesia menjadi lebih baik dengan sukses mencetak generasi berkualitas.

Minggu, 13 Oktober 2013

PELAJARAN DARI ISMAIL

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ''Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!'' Ia menjawab: ''Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar,'' (QS Asshaaffaat [37]: 102).

Tamsil yang dicontohkan Ismail AS, tatkala mendengar perintah ayahnya untuk menyembelih dirinya merupakan mujahadah yang sangat besar. Betapa ia lebih mementingkan kepentingan Allah daripada kepentingan dirinya.

Rasul SAW pernah ditanya oleh sahabat, ''Wahai Rasul, jihad apa yang paling besar?'' Rasul menjawab, ''Jihad melawan hawa nafsu.'' (HR Muttafaq 'Alaih).

Penggalan percakapan tadi mengindikasikan bahwa hawa nafsu adalah faktor yang paling dominan yang memengaruhi perilaku seseorang. Dalam berkurban, anak adam diajarkan untuk menundukkan nafsu, lebih melihat saudara yang berada di bawahnya. Di sini bermain antara sikap egois dengan sikap sosial. Sebab itu, tidak sembarang manusia yang mampu untuk melaksanakan ritual ini.

Untuk itu pula, dalam hadis riwayat imam Ahmad, Rasul menegaskan, ''Siapa memiliki kelapangan uang, lalu ia tidak berkurban, maka janganlah ia datang ke tempat shalat kami''. Sebaliknya, berita gembira bagi mereka yang melaksanakan kurban, Rasul bersabda, ''Tidak ada perbuatan yang paling disukai Allah pada Hari Raya Haji selain berkurban. Sesungguhnya orang yang berkurban akan datang pada hari kiamat dengan membawa tanduk, bulu, dan kuku binatang kurban itu. Dan sesungguhnya darah kurban yang mengalir itu akan lebih cepat sampai kepada Allah daripada (darah itu) jatuh ke bumi. Maka, sucikanlah dirimu dengan berkurban.'' (HR Al-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Ibrah esensial dari perjalanan Ismail dan Ibrahim AS yang masih sangat relevan untuk kita teladani saat ini adalah sikap sabar, taat, dan ikhlas. Gambaran ketiga sikap ini sangatlah jelas tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan putranya untuk melakukan penyembelihan (lihat QS 37: 103). Tetapi, apa yang terjadi, atas kebesaran Allah, Ismail digantikan dengan hewan sembelihan yang besar. Bahkan, kebaikan keduanya diabadikan dan menjadi pelajaran untuk umat berikutnya.

Di atas itu semua, di tengah krisis global, bahkan multidimensional, melalui ritual kurban umat Muslim sudah selayaknya bersikap optimistis akan janji Allah SWT. Yakni, bahwa Allah akan diberikan kemenangan, kemudahan, dan Allah akan memenuhi janji-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang sabar, taat, dan ikhlas. Wallahu a'lam.

KURBAN DAN KESALEHAN SOSIAL

''Maka, dirikanlah shalat karena Rabb-mu, dan berkurbanlah.'' (QS Alkautsar [108]: 2).

Bagi umat Islam yang mampu, kurban hukumnya wajib. Kurban merupakan salah satu ibadah tertua yang ada. Sesuai perintah Allah SWT dalam ayat di atas, kurban dianjurkan kepada para nabi mulai dari zaman Nabi Adam sampai sekarang.

Ibadah kurban merupakan upaya menghidupkan sunah para nabi Allah SWT dengan menyembelih sesuatu dari pemberian-Nya kepada manusia sebagai ungkapan rasa syukur. Kemurnian ketaatan dengan mengerjakan seluruh perintah-Nya adalah bukti syukur tertinggi.

Di antara hikmah berkurban adalah mendekatkan diri atau taqarub kepada Allah SWT atas segala kenikmatan-Nya. Kenikmatan itu jumlahnya demikian banyak, sehingga tak seorang pun dapat menghitungnya. (QS Ibrahim [14]: 34).

Hikmah secara eksplisit dan tegas tentang kurban ini, telah diungkapkan dalam Alquran, ''... Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang minta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.'' (QS Alhaj [22]: 36).

Hikmah berikutnya adalah menghidupkan makna takbir di Hari Raya Idul Adha, dari 10 hingga 13 Dzulhijjah, yakni hari Nasar (penyembelihan--Red) dan hari-hari Tasyriq. Dengan setulusnya, kita bersaksi bahwa hanya Allah-lah yang Mahabesar, Maha Esa, Mahaperkasa, dan sifat kesempurnaan lainnya.

Kebahagiaan akan tercapai bila manusia menyadari fungsi keberadaannya di dunia ini hanyalah untuk menjadi hamba dan abdi Allah SWT, bukan abdi dunia, ataupun abdi setan. (QS Addzariyat [51]: 56).

Di samping itu semua, Hari Raya Kurban berdimensi sosial kemasyarakatan yang sangat dalam. Itu terlihat ketika pemotongan hewan yang akan dikurbankan, para mustahik yang akan menerima daging-daging kurban itu berkumpul.

Mereka satu sama lainnya meluapkan rasa gembira dan sukacita. Yang kaya dan yang miskin saling berpadu, berinteraksi sesamanya. Luapan kegembiraan di hari itu, terutama bagi orang miskin dan fakir, lebih-lebih dalam situasi krisis ekonomi sekarang ini, sangat tinggi nilainya, ketika mereka menerima daging hewan kurban tersebut.

Ibadah kurban menegaskan Islam adalah agama yang berdimensi sosial. Karena itu, orang Islam yang tidak mampu mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan, dianggap sebagai pendusta agama. (QS Alma'un [107]: 1-3).

KURBAN

''Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.'' (QS Alhajj [22]: 37)

Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS adalah dua sosok pilihan yang patut diteladani bagi manusia yang ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Keduanya berhasil lolos dan lulus dari proses penyeleksian yang begitu panjang dan berat dengan mengorbankan sesuatu yang sangat berharga, yang tidak lain adalah nyawa.

Dari keduanya, kemudian kita mengenal peristiwa kurban. Peristiwa bersejarah yang sangat fenomenal yang memiliki nilai spiritual tinggi, yang rasanya tidak akan mampu dilakukan oleh manusia manapun di abad ini.

Begitu dahsyatnya peristiwa itu, beberapa sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, ''Ya Rasulullah, apa itu kurban?'' Rasulullah menjawab, ''Itu sunah bapakmu Ibrahim.''

Lalu sahabat bertanya lagi, ''Apa manfaat dari kurban ini?'' Rasulullah menjawab, ''Setiap dari bulu-bulu hewan yang dikurban dihitung menjadi nilai kebaikan.'' (HR Iman Ahmad dan Ibnu Majah dari Zaid bin Arqom).

Sungguh tinggi pahala yang akan Allah SWT berikan kepada mereka yang berkurban. Rasulullah SAW selalu berkurban, bahkan acap kali berkurban dengan dua kambing. Satu untuk dirinya dan satu lagi untuk kaum Muslimin.

Dari apa yang selalu dilakukan oleh Rasulullah SAW ini, ada ulama yang mewajibkan melaksanakan kurban bagi mereka yang mampu. Adapun dalil yang diambil adalah Surat Alkautsar [108] ayat 2, ''Maka, dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.''

Namun demikian, jumhur ulama berpendapat, melaksanakan kurban adalah sunah muaqqadah, sunah yang mendekati wajib. Momentum Idul Adha ini dapat dijadikan ajang untuk membuktikan rasa cinta dan kasih sayang kepada sesama, terutama kepada para fakir miskin yang memang mengharapkan uluran tangan kita.

Selain itu, momentum ini menjadi sarana berlatih bagi kita semua untuk terbiasa berkurban bagi orang lain, termasuk di dalamnya berkurban demi kepentingan bangsa dan Tanah Air di tengah krisis.

Dan, yang terpenting, sebagai rasa syukur kepada Allah SWT, momentum ini juga merupakan kesempatan yang tepat untuk menunjukkan jati dirinya sebagai orang beriman yang ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kapan lagi kalau tidak sekarang.